Banyak cara Allah untuk mengajarkan dan mengingatkan seorang hamba agar belajar dan ingat kebesarannya. Pengetahuan dan pemahaman tidak melulu didapatkan dari bangku sekolah formal atau dengan otodidak membaca buku sendiri atau mengikuti pelatihan, workshop, traning, simposium dan lain-lain.

Ada cara lain yang tidak disangka dan diduga yaitu salah satunya dengan dipertemukan kepada seseorang. Penulis secara pribadi merasakan hal itu saat dipertemukan dengan seorang anak muda yang sudah mapan secara ekonomi dan status sebagai seorang dokter gigi. Meskipun secara keagamaan, mungkin dia tidak mengalami proses pendidikan agama yang sistematis formal agama karena sekolahnya linier umum dari kecil hingga mencapai dokter.

Namun Subhanallah, pemahaman agama yang sedikit sangat diyakini dan diamalkan secara sungguh-sungguh olehnya. Salah satunya adalah tentang shadaqah, infak dan zakat. Secara nominal sangat banyak yang dia keluarkan hartanya untuk shadaqah atau diberikan kepada orang lain yang membutuhkan dengan tanpa ragu-ragu. Yang rutin diantaranya mengisi kotak infa’ Jumat 200 ribu, setiap selesai shalat Subuh juga beberapa puluh ribu.

Intensitasnya dalam berinfak juga tidak insidentil atau musiman tapi sudah menjadi kebiasaan setiap hari, setiap pekan dan setiap bulan, bahkan kapanpun ada orang meminta bantuan kepadanya salanya jelas untuk kebaikan maka langsung dia keluarkan uangnya.

Sehingga dia sering mendapatkan marah, teguran dari orang tua dan keluarganya dengan jiwa sosialnya tersebut. Apalagi sampai saat ini, dia tidak memiliki rekening artinya tidak memiliki tabungan masa depan atau masa tua. Meskipun begitu tidak ada rasa cemas dan panik untuk menghadapi masa depan.

Orang lain banyak mengganggap dia sebagai royalis dan pemborosan. Saudara-saudaranya juga menyayangkan sikapnya tersebut karena seolah tidak mempersiapkan masa depan dan diangggap gila atau tidak waras. Namun itu semua tidak mengendorkan pendirian dan kebiasaannya untuk senantiasa bershadaqah.

Kemudian penulis mencoba bertanya, "apa yang mendasari atau menjadi sebab dari munculnya keyakinan yang melahirkan kebiasaan bershadaqah tersebut?". Dia menjawab, " Kematian ayahnya yang mendadak akibat kecelakaan, tanpa ada firasat dan tanda-tanda sebelumnya" Ternyata harta kekayaan itu tidak ada artinya ketika kematian datang menjemput dan akan harta akan bernilai jika dikeluarkan di jalan Allah yang telah memberi rizki tersebut.

Selanjutnya dia juga telah membuktikan sendiri, pertolongan Allah juga tidak terduga-duga. Diantaranya saat dia harus menikah dan belum memiliki rumah, tiba-tiba ada seseorang datang menawarkan rumah cukup mewah dengan uang muka murah dan cicilan yang kecil. Entah darimana orang itu mendapat informasi kalau dirinya lagi memerlukan rumah, tentu ini rekayasa Allah.

Sebuah pemahaman yang sederhana tapi melahirkan kesadaran luar biasa. Dibandingkan penulis yang sudah bertahun-tahun hidup di pesantren, sudah tahu dan hafal ayat-ayat al-Qur'an, hadist tentang keutamaan shadaqah. Kisah-kisah nabi, sahabat, orang-orang shaleh juga sering dibaca dan didengar tentang kehebatannya dalam bersadaqah. Tapi belum memberi kesadaran yang lebih baik dari anak muda dokter di atas.

Kondisi generasi muda yang masih memiliki idealisme dan kelurusan mental sudah sangat langka. Justru yang lurus dan istiqomah berpegang teguh pada norma-norma kesantunan dianggap aneh, kolot, ketinggalan zaman dan mendapat cibiran. Salah satu contohnya adalah pak dokter muda yang rajin bershadaqah. Inilah sebagian anak-anak muda yang disinyalir aneh oleh Rasulullah bahwa umatnya nanti akan dianggap asing oleh zamannya. Wallahu a'lam bish shawwab.

- Copyright © Pendidikan Gratis Anak Indonesia -Shinpuru v2- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -