Pernyataan judul di atas seolah mengada-ada tapi kenyataan itu benar-benar ada di perasaan, pikiran dan hati orang-orang miskin yang sedang sakit atau keluarganya sakit. Meskipun mereka tidak ucapkan dan tuliskan pernyataan di atas tapi terbaca dari raut mukanya yang sedih dan panik.
Jika ada otoritas bagi orang miskin untuk bisa memilih menerima atau menolak sakit maka pasti mereka memilih untuk sehat saja. Di antara mereka ada yang berdoa, “Ya Allah kami rela hidup miskin tapi yang penting tidak sakit”. Ada juga yang berkata, “Ya Allah, kalau semua manusia harus diuji kesabaran maka cukuplah kami diberi uji kesabaran dengan kemiskinan dan tidak dengan sakit”
Sebagian ada yang berharap, “Ya Allah kalau sakit itu suatu keharusan yang dialami semua manusia, maka berilah sakit yang ringan-ringan saja dan tidak lama-lama kepada kami yang miskin seperti demam, flue atau panu saja.”
Itulah gambaran harapan mereka, namun kenyataan di hampir semua rumah sakit maka yang banyak pasiennya adalah orang-orang miskin. Bukan Allah tidak memenuhi harapan mereka tapi ada sunnatullah yang lain juga berlaku. Orang miskin memang rentang sakit karena makanannya dari kuantitas dan kualitas tidak memenuhi standart kesehatan, bisa makan setiap hari sudah beruntung sehingga gizi bukan prioritas yang penting ada yang mengganjal di perut.
Pola hidupnya juga tidak teratur jam tidur dan istirahatnya karena habis untuk mengais rezeki, apalagi untuk olah raga karena mereka merasa setiap hari sudah keluar keringat dan air mata. Lingkungan hidupnya kumuh berteman dengan kuman-kuman, bakteri dan lalat. Itu semuanya adalah rawan mengundang penyakit. Inilah keanehan yang menyertai kemiskinan mereka, tidak mau sakit tapi akrab dengan sumber-sumber penyakit termasuk asyik dengan dunia rokok.
Sehingga saat mereka harus pergi kerumah sakit maka beberapa beban yang harus mereka tanggung;
Pertama penderitaan penyakitnya yang tentu menyiksa sakitnya,
Kedua adalah beban biaya yang sudah terbayang-bayang tapi tidak terbayang dari mana mencari biaya tersebut. Rumah sakit hari ini indentik dengan biaya mahal karena mungkin menjadi dokter dan perawat perlu biaya mahal, perlengkapan dan obat-obatan juga mahal.
Ketiga, ada jaminan kesehatan dari pemerintah untuk masyarakat tapi belum merata. Bagi orang miskin berurusan dengan kantor dan surat-surat membuat panas dingin perasaan mereka. Karena kantor itu tempat asing yang menakutkan apalagi petugasnya benar-benar bersikap menakut-nakuti. Surat adalah hal yang membuat alergi, bukan mereka buta huruf tapi bahasa formalitas sulit untuk dipahami orang-orang miskin.
Ketiga beban tersebut semakin membuat menderita orang miskin yang sakit. Maka orang miskin di larang untuk sakit kalau tidak mau semakin miskin dan sakit. Namun di dunia ini pasti masih ada orang-orang kaya yang baik hati dan peduli dengan derita orang-orang miskin. Semoga di antara orang yang baik itu adalah anda yang mau membaca tulisan ini.
Jika ada otoritas bagi orang miskin untuk bisa memilih menerima atau menolak sakit maka pasti mereka memilih untuk sehat saja. Di antara mereka ada yang berdoa, “Ya Allah kami rela hidup miskin tapi yang penting tidak sakit”. Ada juga yang berkata, “Ya Allah, kalau semua manusia harus diuji kesabaran maka cukuplah kami diberi uji kesabaran dengan kemiskinan dan tidak dengan sakit”
Sebagian ada yang berharap, “Ya Allah kalau sakit itu suatu keharusan yang dialami semua manusia, maka berilah sakit yang ringan-ringan saja dan tidak lama-lama kepada kami yang miskin seperti demam, flue atau panu saja.”
Itulah gambaran harapan mereka, namun kenyataan di hampir semua rumah sakit maka yang banyak pasiennya adalah orang-orang miskin. Bukan Allah tidak memenuhi harapan mereka tapi ada sunnatullah yang lain juga berlaku. Orang miskin memang rentang sakit karena makanannya dari kuantitas dan kualitas tidak memenuhi standart kesehatan, bisa makan setiap hari sudah beruntung sehingga gizi bukan prioritas yang penting ada yang mengganjal di perut.
Pola hidupnya juga tidak teratur jam tidur dan istirahatnya karena habis untuk mengais rezeki, apalagi untuk olah raga karena mereka merasa setiap hari sudah keluar keringat dan air mata. Lingkungan hidupnya kumuh berteman dengan kuman-kuman, bakteri dan lalat. Itu semuanya adalah rawan mengundang penyakit. Inilah keanehan yang menyertai kemiskinan mereka, tidak mau sakit tapi akrab dengan sumber-sumber penyakit termasuk asyik dengan dunia rokok.
Sehingga saat mereka harus pergi kerumah sakit maka beberapa beban yang harus mereka tanggung;
Pertama penderitaan penyakitnya yang tentu menyiksa sakitnya,
Kedua adalah beban biaya yang sudah terbayang-bayang tapi tidak terbayang dari mana mencari biaya tersebut. Rumah sakit hari ini indentik dengan biaya mahal karena mungkin menjadi dokter dan perawat perlu biaya mahal, perlengkapan dan obat-obatan juga mahal.
Ketiga, ada jaminan kesehatan dari pemerintah untuk masyarakat tapi belum merata. Bagi orang miskin berurusan dengan kantor dan surat-surat membuat panas dingin perasaan mereka. Karena kantor itu tempat asing yang menakutkan apalagi petugasnya benar-benar bersikap menakut-nakuti. Surat adalah hal yang membuat alergi, bukan mereka buta huruf tapi bahasa formalitas sulit untuk dipahami orang-orang miskin.
Ketiga beban tersebut semakin membuat menderita orang miskin yang sakit. Maka orang miskin di larang untuk sakit kalau tidak mau semakin miskin dan sakit. Namun di dunia ini pasti masih ada orang-orang kaya yang baik hati dan peduli dengan derita orang-orang miskin. Semoga di antara orang yang baik itu adalah anda yang mau membaca tulisan ini.
- Back to Home »
- Bina Hidup Sehat , Buka Hati dan Pikiran , Cerita Menggugah , Kisah Nyata Inspiratif »
- Orang Miskin dilarang Sakit
